Listrik Swasta Menyengat Rakyat ? 

Oleh : Siska Widyani

Sebelum kenaikan tarif saat pandemi, tarif listrik sudah terasa “mencekik”. Walau kita hanya pengguna tidak ada salahnya kita tahu lebih jauh tentang perlistrikan di rumah "Ibu Pertiwi" ini.

Perusahaan Listrik Negara yang bertanggung jawab mengalirkan setrum ke rumah-rumah tidak bekerja sendiri. PLN menggandeng sejumlah perusahaahan yang kemudian dinamai Anak Usaha PLN. Terkait jumlah anak usaha ini Plt Dirut PLN, Sripeni Inten Cahyani mengatakan, "Total PLN ya, anak hanya 11, kemudian cucu dan cicit totalnya ada 50. 50 itu sudah anak, cucu dan cicit. Kebanyakan IPP (Independent Power Producer), jelasnya. (13/12/19)

IPP adalah perusahaan produsen listrik yang dimiliki oleh swasta yang dibentuk oleh konsorsium untuk melakukan perjanjian Power Purchase Agreement (PPA) dengan pihak PLN. Perusahaan listrik swasta ini mulai dikenal sejak 1990-an dan salah satunya adalah PT Paiton Energy yang memasok kebutuhan listrik di wilayah Jawa Timur. Artinya, secara tidak langsung rakyat membeli listrik ini ke perusahaan swasta.

Saat ini, pengadaan listrik tanah air merujuk pada Peraturan Presiden RI nomor 4/2016 yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden RI nomor 14 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK). Dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2016-2025, Pemerintah berambisi membangun pembangkit listrik sekitar 35 GW Giga Watt atau 35.000 Mega Watt (MW).

Berdasarkan data Kementerian ESDM, kontribusi dari perusahaan penyedia jasa layanan listrik negara tersebut 11.200 MW atau kurang dari 30 % dari total kapasitas. Sisanya justru dari pihak swasta, (databoks.katadata.co.id). Swasta dominan.

Pengadaan proyek 35.000 MW berdasarkan asumsi pertumbuhan listrik yang tinggi yakni 6,5 % per tahun. Namun kenyataan yang terjadi pertumbuhan hanya 4,5 % saja. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut pasokan dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW bisa tak terserap. Pertanyaannya, atas dasar apakah asumsi 6,5 % ini bila real pertumbuhannya hanya 4,5 % saja?

Sejak program ini dimulai, kapasitas pembangkit listrik PLN telah bertambah 7.442 MW. Tambahan pasokan ini terutama dari pembangkit listrik milik swasta yaitu dari IPP tadi. Parahnya lagi, ini dibarengi penurunan konsumsi listrik masyarakat pada 2017.

Namun apa daya, kontrak sudah diteken, PLN harus tetap membeli listrik dari IPP yang dibangun swasta, yang sarat padat modal. Imbasnya, ongkos pembelian listrik swasta oleh PLN membengkak dalam dua tahun terakhir. Dari hanya Rp4,4 triliun pada 2015 bertambah 1.256,82 persen menjadi Rp59,7 triliun pada 2016. Hingga September 2017, PLN sudah mengeluarkan Rp53 triliun untuk membeli listrik swasta. Angka ini mencerminkan 23 %dari total beban usaha PLN.

Buntutnya, kinerja keuangan PLN memburuk dari tahun ke tahun. Pada 2015, PLN membukukan rugi usaha Rp8,2 triliun. Pada 2016, kerugian bertambah menjadi Rp31,6 triliun. Maka tak heran bila listrik yang sampai ke rumah-rumah bertarif mahal, naik dan naik. Karena setiap perusahaan tujuannya adalah laba.

Namun berharap pada pemerintah mengelola sepenuhnya tanpa melibatkan swasta rasanya hanya angan-angan saja. Dulu, pada 15 Desember 2004 Mahkamah Konstitusi (MK) pernah membatalkan UU No. 20/2002 tentang Kelistrikan karena dinilai memberi peluang pada swasta menguasai pengadaan listrik ini. Namun kemudian lahir lagi UU No.30/2009 yang intinya sama saja, yaitu melakukan liberalisasi, privatisasi, dan komersialisasi sektor ketenagalistrikan di Indonesia. Sebagaimana juga dikatakan Pengamat Ekonomi Politik Salamuddin Daeng, “Meskipun menggunakan pilihan bahasa dan kata-kata yang berbeda, namun kedua undang-undang tersebut memiliki substansi yang sama, yakni menjalankan neoliberalisme dalam sektor ketenagalistrikan,” ujarnya.

Ketika ada pihak yang mengajukan peninjauan kembali ke MK agar ada revisi atas UU ini, Kementerian Kementerian ESDM (Energi dan Sumber ‎Daya Mineral) melalui Kepala Biro Hukum-nya, Hufron Asrofi menegaskan UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan tidak perlu direvisi, bahkan memastikan tidak ada revisi UU. Padahal, UU ini sejatinya bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menuliskan bahwa cabang produksi dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara.

Negara tidak cukup dana untuk mengelola kelistrikan ini? Inilah ruwetnya. Era Kapitalistik membuat berbagai kalangan bertekuk lutut dihadapan modal dan pemiliknya. Selain juga karena pengusaha telah berkontribusi dana dalam proses naiknya calon pejabat dan penguasa ke singgasana. Maka mungkin dianggap wajar bila proyek-proyek menjadi balas jasanya. Tanpa memandang apakah proyek ini menyangkut hidup orang banyak apa tidak. Inilah wajah Kapitalisme yang sudah baku polanya.

Dalam frame Islam, penguasa menjalankan fungsinya sebagai "Raa'in" (Pengurus Rakyat) dan "Junnah" (Pelindung) sebagai wujud taqwa pada Allah SWT. Negara, orientasinya adalah mengurusi dan melayani rakyat tanpa mengkalkulasi untung rugi atas pelayanan ini. 

Listrik murah bahkan gratis akan sangat mungkin terealisasi, karena negara menjalankan sabda Rasulullah Saw yang melarang air, bahan bakar, barang tambang, dan sarana umum (jalan, sungai, lautan) dikuasai sekelompok orang. Negara secara langsung mengelola tanpa intervensi pihak swasta. Sehingga listrik sampai ke setiap rumah secara mudah dan murah.

Darimana negara mendapatkan modal besar memenuhi pelayanan ini ? Aturan Islam menetapkan apa-apa saja yang menjadi sumber pendapatan negara. Serta untuk apa saja pendapatan ini dikeluarkan. Dengan sumber-sumber dana ini memungkinkan bagi Daulah memfasilitasi agar rakyatnya secara mudah dan merata tercukupi kebutuhan dasarnya. Termasuk listrik ini.

Sejarah bercerita, selama lebih dari 1000 tahun para Khalifah menjalankan apa yang dicontohkan Rasullah Saw ini. Jutaan kaum Muslimin dan orang kafir pun merasakan kemudahan dan kelapangan di dalamnya. Maka, atas alasan apakah Islam dengan konteks negara tak bisa diterima?

----
Pustaka

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.urbannews.id/pembangkit-pln-dan-swasta-siapa-lebih-dominan/&ved=2ahUKEwi8ivfvk4HqAhVbQH0KHea2DeUQFjAAegQIARAB&usg=AOvVaw2zMwTFlEwXG4znxdvCk4vM https://tirto.id/duri-dalam-daging-proyek-listrik-35000-mw-cBuP 

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://m.detik.com/finance/energi/d-4822040/pln-punya-anak-hingga-cicit-usaha-totalnya-50&ved=2ahUKEwiT7bLyp4HqAhXOzjgGHXDzA0cQFjABegQIAhAB&usg=AOvVaw0Bg1ntEY4x5QptOpny6XrV 

https://www.jpnn.com/news/punya-banyak-anak-perusahaan-adakah-bisnis-pln-yang-menyimpang 

https://katadata.co.id/berita/2020/03/04/demi-proyek-35-gw-menteri-esdm-jangan-bangun-sumber-listrik-sendiri 

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/09/29/berapa-kontribusi-pln-padaprogram-pembangkit-listrik-35000-mw&ved=2ahUKEwip8eSH_IPqAhWo7HMBHbesDdsQFjADegQICBAB&usg=AOvVaw36GE9IJaUksVfg11kUd5dU https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://mkri.id/index.php%3Fpage%3Dweb.Berita%26id%3D13011%26menu%3D2&ved=2ahUKEwi_3c3L6YrqAhVYIbcAHZxcDgsQFjABegQICBAB&usg=AOvVaw2N6AcFC3lsc5nbnZI2uW2P 

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://m.liputan6.com/bisnis/read/2679466/ada-putusan-mk-kementerian-esdm-tetap-tak-revisi-uu-listrik&ved=2ahUKEwjIud7V6IrqAhWd63MBHU38DLEQFjAKegQIBhAB&usg=AOvVaw1f1qCV0KH0O5b38amOFNdB   

Komentar

Postingan Populer