Sembako Gratis; Desakan dan Antrian Panjang karena Rakyat Kekurangan


Bagi hadiah lagi-lagi merenggut nyawa.
Muhammad Rizky Saputra dan Mahesa Junaedi yang masih anak-anak menjadi korban di acara bagi-bagi sembako oleh Forum Untukmu Indonesi (FUI), di Monas sabtu 29 April 2018 lalu.
Dari keterangan warga yang dapat, sembako yang diperoleh berupa Indomie tiga bungkus, beras 1 liter, minyak goreng 1/4 kg, gula pasir 1/4 kg, minuman dan roti.
Sangat tak sebanding dengan jarak dan antrian panjang yang harus mereka alami.
Belum lagi lapar, haus, keletihan dan berdesak-desakan hingga nyawa jadi taruhan.

Bagi sembako, bagi hadiah, pasar murah dimana-mana biasanya selalu diserbu warga.
Ini artinya banyak masyarakat kita yang hidupnya kekurangan.
Kalau kebutuhan mereka sudah tercukupi mana mau berdesakan dalam antrian panjang, iya kan?

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan jumlah penduduk miskin yang tercatat pada September 2017 mencapai 26,58 juta. (Antara News, 020118).
Wallahua'lam, apakah realitanya memang seperti itu atau malah jumlahnya jauh lebih besar dari angka tersebut.
Mengingat, harga-harga kebutuhan terus naik dan melangit.
Bagi keluarga dengan penghasilan sekitar 3 juta/bulan (100rb/hari) dengan 2 anak misalnya, mungkin bisa cukup untuk sekedar makan, membeli pakaian dan bayaran tempat tinggal.
Tapi untuk pendidikan, apalagi bila ada anggota keluarga yang sakit? Masih kurang. Betul?

Masalah kemiskinan seperti tak pernah terselesaikan di negeri ini.
Memang soal rezeki Allah yang mengatur, ada yang kaya dan ada yang miskin itu sunatullah.
Namun, persoalan kemiskinan terkait pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan bagaimana tanggung jawab negara memenuhinya.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ

_Dari Abdullah ibn Umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban  perihal rakyat yang dipimpinnya...._ (HR. Bukhari, Muslim)

Ro'in ( رَاعٍ ) secara bahasa bermakna penggembala, ro'iyyatihi ( رَعِيَّتِهِ ) gembalaannya.
Seperti halnya penggembala, mengurusi dan bertanggung jawab atas kebutuhan, keselamatan, dan keamanan gembalaannya.

Dalam sistem ketatanegaraan yang merujuk pada Al Quran dan Sunnah, yang termasuk kebutuhan dasar bagi rakyat adalah makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Kepala negara dalam hal ini bertanggung jawab atas terpenuhinya kebutuhan ini.

Sebagai sebuah sistem, dimana setiap elemen di dalamnya saling terkait dan bersinergi, untuk mewujudkan semua ini maka Islam memiliki sistem ekonomi yang khas.
Islam telah menetapkan apa saja yang menjadi sumber-sumber pendapatan negara yaitu fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, usyur, humus, zakat/shadaqah, kepemilikan umum dan lain-lain.
Dalam hal kepemilikan, Islam secara tegas memisahkan mana yang boleh dimiliki individu, mana yang merupakan milik rakyat dan mana milik negara.
Apa yang menjadi milik rakyat terlarang bagi individu atau kelompok menguasainya.
Contohnya adalah migas dan barang tambang, sebagaimana disebutkan dalam hadits ;

_Abyadh bin Hammal ra. ia bercerita:_
_Ia pernah datang kepada Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam. Lalu Beliau memberikannya. Ketika ia pergi, seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda apa yang Anda berikan, tidak lain Anda memberinya laksana air yang terus mengalir.” Ia berkata: Rasul lalu menariknya dari Abyadh bin Hammal._ (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban, dll).

Hadits ini bermakna bahwa tambang yang memiliki deposit yang besar tidak boleh dikuasai perorangan. Sebagaimana Rasulullah Saw ketika tahu bahwa tambang yang semula diberikan jumlahnya besar (seperti air mengalir) maka Beliau Saw mengambilnya kembali.

Dalam hadits lain disebutkan;

_“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara (yaitu) padang rumput, dalam urusan air dan api”_. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Terlarang bagi individu/kelompok/perusahaan/suatu negara menguasai sesuatu yang ketiadaan atau kelangkaannnya menimbulkan masalah di masyarakat.
Misalnya sumber bahan bakar (migas), sungai (untuk dijadikan perusahaan air minum komersil) dan yang semisal.
Negara dalam Sistem Islam adalah Pengelola atas kekayaan tersebut yang hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Dengan banyaknya harta yang masuk sebagai "Sumber Pendapatan"(dalam Sistem Islam masuk ke dalam Baitul Maal), sangat memungkinkan bagi negara memenuhi kebutuhan rakyatnya, semisal pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis, penyediaan lapangan kerja, pemberian pinjaman (tanpa bunga) bagi rakyat yang membutuhkan modal usaha, dan yang sejenisnya.

Dengan Sumber-Sumber Pendapatan yang ditetapkan Syariat, maka Islam tidak akan memungut pajak kecuali dalam kondisi darurat, itupun hanya ditarik dari orang-orang kaya, sementara saja dan secukupnya saja.
Sejarah telah mencatat realita kemakmuran dan kesejahteraan rakyat di masa kejayaan kekhilafahan Islam yang dulu pernah menerapkan sistem ini.

Indahnya Syariat Islam bila ditegakkan.
InsyaAlllah tak akan ada lagi korban karena rebutan sembako atau hadiah. Malah yang ada masyarakat yang berlomba berbagi hadiah, karena dengan Sistem Islam akan terwujud ketaqwaan individu, masing-masing berusaha memaksimalkan diri berbuat kebaikan demi meraih Ridho dan surgaNya di akhirat.

Hanya mereka yang jahil pada agama saja yang menolak dan menghalangi
tegaknya sistem ini.
Tidak memahami Al Quran dan Sunnah dan terserang isme-isme dari luar yang bertentangan dengan Islam.

Wallahua'lamu.

*Merujuk pada Kitab
النظام الاقتصاضي في الاسلام
(Sistem Ekonomi dalam Islam)

_By Siska Widyaz_

Komentar

Postingan Populer