IDEALISME ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) ZAMAN NOW, AKANKAH MENSEJAHTERAKAN?


Gambar : http://fakta.news

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Sebelum tahun 2000, periode 1 tahun APBN dimulai pada 1 April - 31 Maret. Tahun 2001 sampai dengan sekarang, dimulai pada 1 Januari - 31 Desember.

Saat era reformasi, ada dua anggaran setiap tahun yakni APBN dan APBN Perubahan (APBN-P). Adapun APBN-P merupakan revisi atas APBN karena perencanaan anggaran yang tertuang dalam APBN selalu meleset sehingga pada pertengahan tahun berjalan perlu direvisi dalam bentuk APBN-P. Walaupun berdasarkan aturan, revisi anggaran hanya bisa dilakukan saat kondisi ekonomi mengalami perubahan yang luar biasa dan berada di luar kendali pemerintah atau force majeure, namun APBN-P sudah menjadi budaya.

Dalam penyusunan APBN, dilakukan pemerintah dalam bentuk rencana. Rencana tersebut diajukan ke DPR (RAPBN), selanjutnya DPR membahas RAPBN bersama  pemerintah melalui menteri keuangan. Sesudah RAPBN disetujui oleh DPR, RAPBN kemudian akan ditetapkan menjadi APBN melalui Undang-Undang sehingga menjadi UU APBN. Bila RAPBN tidak disetujui, pemerintah kemudian menggunakan APBN tahun sebelumnya. Dengan mekanisme ini, maka penerimaan dan pengeluaran dalam satu tahun anggaran, termasuk alokasi per masing-masing penerimaan dan pengeluaran APBN bersifat fixed. Setelah disahkan menjadi UU APBN, maka besaran penerimaan dan pengeluaran tersebut fixed, tidak boleh kurang atau lebih.

APBN disusun dengan menggunakan indikator-indikator perekonomian makro yang disebut asumsi APBN sebagai berikut:
1. Produk Domestik Bruto (PDB) daolam rupiah
2. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
3. Inflasi (%)
4. Nilai tukar rupiah per USD
5. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
6. Harga minyak Indonesia (USD/barel)

TUJUAN PENYUSUNAN APBN

Pada dasarnya tujuan dari penyusunan APBN ialah sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan untuk meningkatkan produksi, memberi kesempatan kerja, dan menumbuhkan perekonomian, untuk mencapai kemakmuran masyarakat.

SUMBER PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
Pendapatan Negara :
1. Penerimaan pajak
     A . Pajak dlm negeri
         - Pajak Penghasilan (PPh)
         - Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
         - Pajak penjualan atas barang mewah                  (PPnBM)
         - Pajak Bumi dan Bangunan(PBB),
         - Bea Perolehan Hak atas Tanah dan    
           Bangunan (BPHTB) 
         - Pajak lainnya
    B. Pajak pendapatan  perdagangan  luar
          negeri
        - Bea masuk
        - Bea keluar
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
    A. Penerimaan  SDA
    B. Bagian laba BUMN
    C. Surplus Bank Indonesia
    D. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU)
    D. PNBP lainnya
3. Hibah, yaitu semua penerimaan Negara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri, sumbangan swasta dan pemerintah luar negeri.

Belanja Negara :
•      Belanja pegawai
•      Belanja barang
•      Belanja modal
•      Belanja pembayaran bunga
•      Belanja subsidi
•      Belanja hibah
•      Belanja bantuan sosial
•      Belanja lain-lain
•      Belanja pembangunan 

APBN ORDE LAMA - SEKARANG

Pendudukan Jepang dan perjuangan bersenjata melawan Belanda, telah sangat memiskinkan Indonesia. Pemerintah menghadapi tantangan ekonomi yang berat, terutama untuk meningkatkan taraf hidup rakyat, meningkatkan produksi, serta mendorong perdagangan dan industri. Sejak awal 1950-an, anggaran negara selalu mengalami defisit (kekurangan dana karena pengeluaran lebih besar daripada pendapatan) dikarenakan terbatasnya pendapatan perpajakan dan tingginya tekanan belanja terutama untuk gaji tentara dan pegawai negeri akibat membengkaknya birokrasi.

Penerimaan utama negara pada periode 1950-an adalah pajak perdagangan luar negeri. Sejak awal 1960-an, penerimaan pajak ini jatuh karena melemahnya pasar komoditas ekspor dan meningkatnya penyelundupan akibat nilai tukar Rupiah. Di saat yang sama, pemerintah tidak mampu menekan pengeluarannya yang terus meningkat, terutama untuk membiayai kampanye politik, operasi militer pembebasan Irian Barat dan ganyang Malaysia, impor beras dan subsidi, serta pembangunan proyek-proyek mercusuar seperti stadion Senayan dan Monas. Defisit anggaran melonjak drastis dari 17% dari belanja pada 1960, menjadi 63% dari belanja pada 1965.

Setelah kejatuhan rezim orde lama, pemerintahan baru mewarisi perekonomian yang nyaris hancur. Indonesia saat itu gagal membayar utang luar negeri $ 2,4 milyar, inflasi meroket 600%, produksi industri hanya dibawah 20% dari kapasitas, birokrasi yang lemah dan korupsi yang merajalela, serta infrastruktur transportasi air, kereta dan jalan sudah usang.

Setelah naik ke puncak kekuasaan pada 1966, Presiden Soeharto dengan Tim Ekonomi-nya menyusun Program Stabilisasi dan Program Rehabilitasi, dengan mengadopsi prinsip “anggaran berimbang” (balanced budget). Dengan adopsi prinsip “anggaran berimbang”, laju defisit anggaran ditekan secara drastis dan tidak ada lagi pencetakan uang untuk menutup defisit (yang sebelumnya dilakukan pada masa orla). Namun langkah ini menyisakan masalah besar, yaitu ketergantungan terhadap utang luar negeri. Defisit anggaran yang tersisa ditutup dengan utang luar negeri, yang secara tidak lazim diperlakukan sebagai bagian dari penerimaan negara.

Walau bisa menekan laju inflasi dan menjaga stabilitas makroekonomi namun stabilitas makroekonomi era orde baru ini diraih dengan “manipulasi akuntansi” keuangan negara, dimana sebagian penerimaan negara sebenarnya bersumber dari utang luar negeri, yang dalam APBN diperlakukan sebagai bagian dari penerimaan negara dan disebut dengan istilah “penerimaan pembangunan”. Dengan kata lain, anggaran menjadi “berimbang” hanya karena komponen defisit anggaran diperlakukan sebagai “penerimaan”. Meski menggunakan jargon utang luar negeri hanyalah pelengkap pembiayaan pembangunan, namun jelas terlihat di sepanjang periode kekuasaannya, rezim orde baru terus bergantung pada utang luar negeri, yang mencapai puncaknya pada 1986 dan 1988, masing-masing mencapai 5,4% dan 6,8% dari PDB seiring krisis jatuhnya harga minyak dunia, serta pada krisis ekonomi 1998 dimana utang luar negeri mencapai 5.3% dari PDB.

Dengan kata lain, terjaganya inflasi harus dibayar dengan akumulasi utang yang terus meningkat dan beban pembayaran bunga uang yang semakin memberatkan, akhirnya meledak saat guncangan eksternal menerpa perekonomian pada 1997-1998. Jatuhnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar (yang pada bulan mei 1998 mencapai Rp. 16.800 per 1 US Dollar) melonjakkan nilai utang dan beban bunga pemerintah. Krisis nilai tukar dengan segera menjelma menjadi krisis utang pemerintah. Kegagalan membayar utang kemudian memunculkan kebutuhan berutang yang lebih besar lagi. Pada tahun 1998/99, utang luar negeri mencapai 5,2% dari PDB, belum termasuk utang yang ditangguhkan pembayarannya. Utang lama ditutup secara sederhana dengan membuat utang baru.

Runtuhnya rezim orde baru membawa Indonesia memasuki era reformasi. Di bawah bimbingan lembaga donor (IMF dan World Bank), pemerintah melakukan perombakan besar-besar dalam pengelolaan anggaran.
Pada tahun 2001, pemerintah mengadopsi standar Internasional Government Finance Statistics (GFS) dalam penyajian APBN. Penandanya adalah diterapkannya kebijakan anggaran defisit, dimana struktur APBN dipilah kedalam lima bagian; pendapatan, belanja, keseimbangan primer, defisit anggaran, dan pembiayaan.

Anggaran defisit adalah kebijakan yang menghendaki posisi pengeluaran negara lebih besar dari pada posisi penerimaan negara dalam satu tahun anggaran. Karena pengeluaran lebih besar dari penerimaan maka anggaran negara mengalami defisit (kekurangan). Selanjutnya, defisit ditutupi dengan mengajukan utang ke negara donor atau menerbitkan obligasi.
Berdasarkan data yg dihimpun, defisit APBN 5 tahun terakhir tercatat;
- Tahun 2012 sebesar Rp 153,3 triliun.
- Tahun 2013 sebesar Rp 211,67 triliun.
- Tahun 2014 sebesar Rp 226,96 triliun.
- Tahun 2015 menjadi Rp292,1 triliun.
- Tahun 2016 defisit APBN membengkak Rp 307,7 triliun atau 2,46 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Di tahun 2017 ini, defisit anggaran dalam RAPBN P 2017, tercatat sebesar Rp 397,2 triliun, atau sebesar 2,92 persen terhadap PDB. Belanja negara ditetapkan Rp 2.133,3 triliun sedangkan total pendapatan negara Rp 1.736,1 triliun. Peningkatan defisit APBN tersebut tentu saja hampir menyentuh batas aturan, dimana dalam Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 12 Ayat (3), defisit harus dijaga eksistensinya tidak melampaui batas 3% dari PDB. Artinya, jika defisit melampaui 3%, Pemerintah RI bisa dianggap melangar UU.

Untuk tahun 2018, DPR telah "ketok palu" dengan postur APBN 2018 nilai defisit anggaran direncanakan Rp 326 triliun atau sekitar 2,19 persen terhadap PDB. Target pendapatan negara sebesar Rp 1.894,72 triliun dan belanja negara senilai Rp 2.220,66 triliun. Target pendapatan tersebut akan bersumber dari penerimaan perpajakan Rp 1.618,09 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 275,43 triliun dan penerimaan hibah Rp1,2 triliun.

Sementara defisit keseimbangan primer yang merupakan selisih antara pendapatan negara dikurangi belanja negara tanpa memperhitungkan pembayaran bunga utang, juga terus membengkak dalam lima tahun terakhir (2012-2016). Mengutip data Kementerian Keuangan, negeri ini sudah mengalami defisit keseimbangan primer sejak 2012 sebesar Rp52,7 triliun, setahun kemudian atau 2013 membengkak menjadi sekitar Rp98,6 triliun, lalu 2014 mengalami penurunan tipis menjadi Rp93,2 triliun. Tahun berikutnya atau 2015 meroket lagi hingga sebesar Rp142,4 triliun dan kembali melemah pada 2016 yang terekam sekitar Rp105,5 triliun serta untuk tahun ini (2017) diprediksi sebesar Rp109 triliun. Apa boleh buat, kemampuan pemerintah membayar bunga utang dari penerimaan negara tak sampai. Salah satu solusinya adalah menarik utang baru untuk melunasi bunga utang.    
Mengapa APBN dibuat dengan kebijakan anggaran defisit? Dalam penyusunan APBN biasanya diadakan pada dua pilihan, antara kebijakan defisit atau surplus. Bagi Indonesia, berdasarkan sejarah kebijakan APBN-nya bahwa kebijakan defisit selalu menjadi pilihan utama. Dengan defisit tersebut diharapkan lebih ekspansif dalam memacu perekonomian untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, karena setiap penambahan pengeluaran akan mendorong pertumbuhan ekonomi asal ditujukan untuk belanja yang produktif.  
Terlepas dari sudut analisis, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan sehubungan dengan pencapaian sasaran defisit, yaitu: mengurangi subsidi  serta pengetatan kebijakan rutin dan pembangunan. Pengurangan subsidi  merupakan kebutuhan  mendesak, karena itu penyumpang terbesar bagi tidak sehatnya  APBN selama ini. (Sumber: Defisit Anggaran dan Implikasinya - Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/20920-defisit-anggaran-dan-implikasinya)

Dengan demikian, semenjak merdeka hingga hari ini, pengelolaan anggaran Indonesia selalu berkutat dengan masalah defisit. Satu celah yang membuat Indonesia tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap utang.

Seberapa besar utang pemerintah saat ini?
Jumlah hutang negara berdasarkan data Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah di akhir 2014 tercatat Rp 2.604,93 triliun. Di tahun 2017 ini, berdasarkan pencatatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah pusat hingga Agustus 2017 mencapai Rp 3.825,79 triliun. Suatu nilai pencapaian hutang yang "fantastis". Sedangkan total bunga utang yang harus dibayar berdasarkan data Kementerian Keuangan pada 2018 adalah Rp 247,6 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di hadapan negara anggota G20 ketika membeberkan penjelasan mengenai utang pemerintah Indonesia beserta defisit APBN mengatakan, "Penerimaan perpajakan terus digenjot dengan reformasi pajak agar belanja dan biaya pembangunan dapat dibiayai oleh pajak, bukan utang.  Pemerintah akan terus menjaga kebijakan fiskal dan defisit anggaran sesuai aturan perundangan dan dilakukan secara hati-hati dan profesional, sehingga lndonesia dapat terus maju dan sejahtera, tetap terjaga resiko keuangan dan utangnya.
Dengan demikian, bangsa ini akan sejajar dengan negara maju di dunia dan mempunyai martabat yang tinggi dengan tercapainya keadilan dan kemakmuran." 
(Sindonews.com)

Akankah rakyat adil, makmur dan sejahtera bila keberlangsungan kehidupan bernegara terus-menerus dibiayai dari hutang dan rakyat dibebani dengan beragam pajak?
Hal yang utopis.
Bagaimanakah pengaturan dalam Sistem Islam terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ini?

APBN DALAM SISTEM ISLAM

Bila kita melihat ke dalam catatan sejarah Islam, tidak dikenal  istilah kata APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), akan tetapi dalam Islam terdapat suatu konsep berupa bentuk lembaga yang tak terpisahkan dalam Struktur Khilafah untuk mengatur penerimaan dan pegeluaran negara yang dikenal dengan Baitul mal. Baitul Mal adalah suatu lembaga atau pihak (Arab: al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Ini artinya bahwa Negara Khilafah juga mempunyai APBN.

Namun terdapat beberapa perbedaan mendasar antara APBN negara kapitalis dengan APBN negara Khilafah:
1. APBN negara kapitalis tidak terikat dengan halal-haram, sedangkan APBN Khilafah terikat dengan halal-haram.
2. APBN Khilafah tidak membutuhkan pembahasan dengan Majelis Umat. Sebab dalam penyusunan APBN, pendapatan dan pengeluaran negara telah ditetapkan oleh Syariah. Pendapatan negara berupa fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah, usyur, humus, zakat/shadaqah, kepemilikan umum dll.
3.  Alokasi dan besarnya dana per masing-masing pos pendapatan dan pengeluaran diserahkan kepada pendapat dan ijtihad Khalifah. Meski, boleh saja Majelis Umat memberikan masukan, tetapi pendapatnya tidak mengikat bagi khalifah.
4. APBN dalam negara kapitalis berlaku untuk periode satu tahun, sedangkan APBN Khilafah tidak mengenal periode waktu yang tertentu.
5. Terkait dengan pengeluaran, APBN sekarang bersifat fixed, maka alokasi anggaran tersebut harus habis dan terserap. Tetapi, faktanya tidak semua anggaran belanja tersebut habis dan bisa diserap semua, yang pada titik inilah, seringkali dilakukan berbagai cara agar anggaran tersebut bisa dihabiskan. Pada APBN Khilafah, jika alokasi yang dianggarkan tadi lebih, maka kelebihan tersebut tidak harus dihabiskan, tetapi bisa dikembalikan kepada pemerintah pusat, atau ditahan di masing-masing daerah sebagai saldo anggaran untuk dimasukkan dalam alokasi anggaran berikutnya.
6. Kebijakan APBN dalam negara khilafah ini juga menganut prinsip sentralisasi. Karena dana dari seluruh wilayah ditarik ke pusat, kemudian didistribusikan ke masing-masing daerah sesuai dengan kebutuhannya, bukan jumlah pemasukannya. Dengan kata lain, jika ada daerah yang sedang melakukan pembangunan dan membutuhkan dana besar, sementara boleh jadi pemasukannya tidak sebesar yang dibutuhkan, maka negara khilafah akan melakukan kebijakan subsidi silang.

CARA KHILAFAH MENGATASI DEFISIT ANGGARAN

1. Meningkatan pendapatan. Bisa ditempuh dengan :
a. Mengelola harta milik negara (istighlal amlak ad-dawlah). Misalnya saja menjual atau menyewakan harta milik negara, seperti tanah atau bangunan milik negara.
Namun, ada catatan penting, bahwa ini tak berarti negara menjadi pedagang atau pebisnis yang berpikir dan bertindak sebagaimana lazimnya pedagang atau pebisnis, yaitu selalu berusaha mencari profit dan menghindari risiko atau kerugian. Negara dalam hal ini wajib tetap mengedepankan fungsinya menjalankan ri’ayatus-syu‘un (pengaturan urusan rakyat). Dengan demikian ketika negara berbisnis harus tetap menonjolkan misi utamanya melaksanakan kewajiban ri’ayatus-syu‘un.

b. Melakukan hima pada sebagian harta milik umum, yaitu pengkhususan oleh Khalifah terhadap suatu harta untuk suatu keperluan khusus, dan tidak boleh digunakan untuk keperluan lainnya. Misalkan saja Khalifah melakukan hima pada tambang emas di Papua untuk keperluan khusus, misalnya pembiayaan jihad fi sabilillah dan apa saja yang terkait dengan jihad. Hima yang seperti ini pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., misalnya tatkala Rasulullah saw. melakukan hima pada satu padang gembalaan di Madinah yang dinamakan An-Naqi’, khusus untuk menggembalakan kuda kaum Muslim. Khalifah Abu Bakar ra. pernah pula melakukan hima pada Ar-Rabdzah, khusus untuk unta-unta zakat, dan sebagainya. 

c. Mengoptimalkan pemungutan pendapatan.
Khalifah dapat pula menempuh langkah mengoptimalkan pemungutan berbagai pendapatan Baitul Mal yang sebelumnya sudah berlangsung. Misalnya pendapatan dari zakat, fai‘, kharaj, jizyah, harta milik umum, ‘usyur, dan sebagainya. Bisa jadi pemungutan sudah dilakukan, tetapi tidak optimal karena berbagai sebab; mungkin karena kurang profesionalnya staf Baitul Mal, atau ada sebagian hasil pemungutan yang digelapkan atau dikorupsi, atau ada kesalahan pencatatan dan perhitungan, dan sebagainya.

d. Menarik pajak (dharibah) sesuai ketentuan syariah. Pajak yang boleh ditarik dalam Khilafah harus memenuhi empat syarat: (1) diambil dalam rangka membiayai kewajiban bersama antara negara dan umat;  (2) hanya diambil dari kaum Muslim saja; (3) hanya diambil dari Muslim yang mampu (kaya), yaitu yang mempunyai kelebihan setelah tercukupinya kebutuhan dasar yang tiga (sandang, pangan, dan papan) secara sempurna; (4) hanya diambil pada saat tidak ada dana di Baitul Mal.

Pengeluaran yang dapat dipenuhi dengan pajak (dharibah) jika tak ada dana mencukupi di Baitul Mal, yaitu:
- Untuk kepentingan jihad fii sabilillah.
- Nafkah fuqara, masakin, ibnu sabil.
- Membayar gaji orang-orang yang memberikan jasa atau pelayanan kepada negara seperti pegawai negeri, para penguasa, tentara, dll.
- Untuk membiayai kepentingan pokok yang mendesak (yakni yang menimbulkan bahaya jika tidak ada) seperti jalan utama, rumah sakit utama, jembatan satu-satunya, dll.
- Untuk membiayai dampak peristiwa-peristiwa luar biasa, seperti menolong korban gempa bumi, banjir, angin topan, kelaparan, dll.

2. Menghemat pengeluaran, yaitu memilah mana kebutuhan yang bisa di tunda dan mendesak ( prinsip skala prioritas/aulawiyat).
3. Berutang (istiqradh). Khalifah secara syar’i boleh berutang untuk mengatasi defisit anggaran, namun tetap wajib terikat hukum-hukum syariah. Khalifah hanya boleh berutang dalam kondisi ada kekhawatiran terjadinya bahaya (dharar) jika dana di Baitul Mal tidak segera tersedia.

Demikianlah konsep terkait anggaran pendapatan dan belanja negara, dan yang shahih yang akan membawa kemaslahatan dunia dan akhirat tentulah yang merujuk pada aturan Syariat, dalam Sistem Khilafah Islamiyah. Wallahua'lamu


by Siska Widyani

Daftar Rujukan
PENGERTIAN APBN & APBD, FUNGSI, TUJUAN DAN PROSES PENYUSUNANNYA - Ilmu Ekonomi ID
http://www.ilmu-ekonomi-id.com/2016/09/pengertian-apbn-apbd-fungsi-tujuan-dan-proses-penysunan.html?m=1

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ( APBN ) DaLaM PEREKONOMIAN INDONESIA | Ngampus Dulu
http://ngampus-dulu.blogspot.co.id/2016/10/anggaran-pendapatan-dan-belanja-negara.html?m=1

Strategi Anggaran Jokowi: APBN Perubahan Atau APBN Pengurangan? - Kompas.com
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/06/03/081844826/strategi.anggaran.jokowi.apbn.perubahan.atau.apbn.pengurangan.

Fakta Pengelolaan Awal APBN: Dari Orde Lama ke Orde Baru :: IDEAS (Indonesia Development and Islamic Studies)
http://ideas.or.id/fakta-pengelolaan-awal-apbn-dari-orde-lama-ke-orde-baru/

Ini nilai tukar rupiah untuk 1 Dollar AS di zaman Presiden Soeharto | merdeka.com
https://www.google.co.id/amp/m.merdeka.com/amp/peristiwa/ini-nilai-tukar-rupiah-untuk-1-dollar-as-di-zaman-presiden-soeharto.html

Menkeu: Defisit APBN 2012 Mencapai Rp 153,3 Triliun | Republika Online Mobile
https://www.google.co.id/amp/m.republika.co.id/amp_version/mpns61

Realisasi APBN 2014, anggaran negara defisit Rp 226 triliun | merdeka.com
https://m.merdeka.com/uang/realisasi-apbn-2014-anggaran-negara-defisit-rp-226-triliun.html

Belanja Kementerian Rendah, Defisit APBN 2015 Dikoreksi Turun
https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20160128084138-78-107254/belanja-kementerian-rendah-defisit-apbn-2015-dikoreksi-turun

Defisit APBN 2016 Mencapai Rp 307,7 Triliun - Kompas.com
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2017/01/03/171500026/defisit.apbn.2016.mencapai.rp.307.7.triliun

Defisit APBN Nyaris Tembus 3%, Ini Penjelasan Sri Mulyani
https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/3576555/defisit-apbn-nyaris-tembus-3-ini-penjelasan-sri-mulyani

APBN 2018 Disahkan, Ini Nilai Defisit yang Ditutup Utang | Republika Online Mobile
https://www.google.co.id/amp/m.republika.co.id/amp_version/oydc5o382

Defisit Anggaran dan Implikasinya - Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/20920-defisit-anggaran-dan-implikasinya

Utang Bayar Bunga Utang
https://www.google.co.id/amp/s/nasional.sindonews.com/newsread/1213726/16/utang-bayar-bunga-utang-1497461087

Solusi Sri Mulyani agar RI Keluar dari "Petaka" Defisit Anggaran - Kompas.com
http://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/12/052600926/solusi.sri.mulyani.agar.ri.keluar.dari.petaka.defisit.anggaran.

Sri Mulyani Pamer Defisit Anggaran di Hadapan Negara...
https://ekbis.sindonews.com/read/1218628/33/sri-mulyani-pamer-defisit-anggaran-di-hadapan-negara-g20-1499399040

pesanggrahan-bersyariah.blogspot.com: Cara Khilafah Mengatasi Defisit Anggaran
http://pesanggrahan-bersyariah.blogspot.co.id/2015/02/cara-khilafah-mengatasi-defisit-anggaran.html?m=1

Mengenal APBN Khilafah | Jurnal Ekonomi Ideologis
http://jurnal-ekonomi.org/mengenal-apbn-khilafah/

Islam Will Dominate: APBN Negara Khilafah
http://www.globalmuslim.web.id/2011/12/apbn-negara-khilafah.html?m=1

Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah, Penerbit Pustaka Fikrul Mustanir, 2004.

Komentar

Postingan Populer